top of page

SISA DUKA PARA KORBAN

21 Februari 2019

“Saya korban bom bali satu...”

Kalimat itu lah yang pertama  dilontarkan oleh Chusnul Hotinah ketika diminta memperkenalkan diri. Dengan muram tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya, Chusnul memulai ceritanya.


Chusnul Hotinah merupakan salah satu korban aksi terorisme yang hadir dalam Silahturahmi Kebangsaan, acara yang mempertemukan eks narapidana terorisme dengan korban atau keluarga korban terorisme. Cacat  permanen menjadi kenangan yang harus ditanggungnya. Luka bakar akibat ledakan bom masih terlihat jelas di paras ibu dari tiga anak itu.


Hingga 15 tahun Pasca peristiwa Bom Bali 1, dirinya dan keluarga harus menanggung biaya penyembuhan secara mandiri tanpa bantuan dari pemerintah. Tanggungan yang cukup besar ini membuat ekonomi keluarganya semakin terpuruk.

Tak putus harapan pada pemerintah, Chusnul lantas beberapa kali mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi. Sampai akhirnya pada tahun 2017 akhirnya dirinya mendapatkan  salah satu program sakti pemerintahan Jokowi yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun, bantuan yang didapatkannya justru tak dapat digunakan di rumah sakit yang didatanginya.


“Ditolak dengan alasan karena
saya kan (pengobatan) kulit, sementara kulit masuk ke (kategori) kecantikan, jadi tidak bisa masuk ke KIS ini,” ucapnya pada November 2017 asa baru kembali datang.


Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan buku hijau untuk pengobatan. Meski disyukuri Chusnul, namun ia menilai bantuan LPSK tidak permanen. Padahal luka yang dideritanya adalah luka permanen yang butuh pengobatan seumur hidup.


Curhatan Chusnul ditutup dengan harapannya agar pemerintah dapat memberikan jaminan kesehatan serupa untuk anak-anaknya yang terimbas secara tidak lansung akibat aksi-aksi terorisme.


Firstnadya Pramesthi (Kompas.com, Media Indonesia, Zulkifli Cholid)

Sisa Duka Para Korban: Latest News
bottom of page